Sesorang harus selalu waspada dengan dirinya saat ia beramal ibadah dan ketaatan kepada Allah Azza wa Jalla. Sebab, sebagian orang, atau bahkan diantara manusia ada yang tertipu dengan amal sholih yang ia kerjakan. Dia pun berbangga dan sombong dengan amal sholih yang telah ia tunaikan. Ia tidak punya usaha untuk mengecek dan menimbang amal sholihnya; apakah diterima di sisi Allah atau tidak. Jika amalnya diterima dan diberi ganjaran pahala dan surga, maka itulah kebaikan besar yang harus ia syukuri. Namun jika amal sholihnya ternyata tidak diterima, maka ini adalah dua kerugian: kerugian dunia dan akhirat!! Di akhirat nanti, ada orang-orang Islam yang mengalami nasib seperti nasibnya orang-orang kafir. Di dunia, ia melihat banyak amal sholih yang telah ia kerjakan, namun di akhirat pahala dan kebaikannya dihancurkan oleh Allah, akibat ulahnya sendiri. Orang seperti ini bagaikan orang yang melihat fatamorgana yang ia sangka air. Namun di saat ia mendekat, ternyata hilang dan hanya sekedar bayangan yang tidak berguna !! Allah -Ta’ala- berfirman:
ﻭَﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﻛَﻔَﺮُﻭﺍ ﺃَﻋْﻤَﺎﻟُﻬُﻢْ ﻛَﺴَﺮَﺍﺏٍ ﺑِﻘِﻴﻌَﺔٍ ﻳَﺤْﺴَﺒُﻪُ ﺍﻟﻈَّﻤْﺂَﻥُ ﻣَﺎﺀً ﺣَﺘَّﻰ ﺇِﺫَﺍ ﺟَﺎﺀَﻩُ ﻟَﻢْ ﻳَﺠِﺪْﻩُ ﺷَﻴْﺌًﺎ ﻭَﻭَﺟَﺪَ ﺍﻟﻠَّﻪَ ﻋِﻨْﺪَﻩُ ﻓَﻮَﻓَّﺎﻩُ ﺣِﺴَﺎﺑَﻪُ ﻭَﺍﻟﻠَّﻪُ ﺳَﺮِﻳﻊُ ﺍﻟْﺤِﺴَﺎﺏِ ( 39 ) ﺃَﻭْ ﻛَﻈُﻠُﻤَﺎﺕٍ ﻓِﻲ ﺑَﺤْﺮٍ ﻟُﺠِّﻲٍّ ﻳَﻐْﺸَﺎﻩُ ﻣَﻮْﺝٌ ﻣِﻦْ ﻓَﻮْﻗِﻪِ ﻣَﻮْﺝٌ ﻣِﻦْ ﻓَﻮْﻗِﻪِ ﺳَﺤَﺎﺏٌ ﻇُﻠُﻤَﺎﺕٌ ﺑَﻌْﻀُﻬَﺎ ﻓَﻮْﻕَ ﺑَﻌْﺾٍ ﺇِﺫَﺍ ﺃَﺧْﺮَﺝَ ﻳَﺪَﻩُ ﻟَﻢْ ﻳَﻜَﺪْ ﻳَﺮَﺍﻫَﺎ ﻭَﻣَﻦْ ﻟَﻢْ ﻳَﺠْﻌَﻞِ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻟَﻪُ ﻧُﻮﺭًﺍ ﻓَﻤَﺎ ﻟَﻪُ ﻣِﻦْ ﻧُﻮﺭٍ ( 40 ) [ ﺍﻟﻨﻮﺭ 39/ ، 40 ]
“Dan orang-orang kafir, amal-amal mereka adalah laksana fatamorgana di tanah yang datar, yang disangka air oleh orang-orang yang dahaga, tetapi bila didatanginya air itu dia tidak mendapatinya sesuatu apapun. Dan didapatinya (ketetapan) Allah disisinya, lalu Allah memberikan kepadanya perhitungan amal-amal dengan cukup dan Allah adalah sangat cepat perhitungan-Nya; atau seperti gelap gulita di lautan yang dalam, yang diliputi oleh ombak, yang di atasnya ombak (pula), di atasnya (lagi) awan; gelap gulita yang tindih-bertindih, apabila dia mengeluarkan tangannya, tiadalah dia dapat melihatnya, (dan) barangsiapa yang tiada diberi cahaya (petunjuk) oleh Allah tiadalah dia mempunyai cahaya sedikitpun”. (QS. An-Nuur : 39-40) Amalan sholih yang banyak tidak akan bermanfaat bagi orang-orang yang tidak beriman. Demikian pula bila ia beriman, namun amalannya bukan karena Allah dan pahala di negeri akhirat, maka ia juga mendapatkan kerugian dan penyesalan di akhirat. Allah -Subhanahu wa Ta’ala- berfirman:
ﻣَﺜَﻞُ ﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﻛَﻔَﺮُﻭﺍ ﺑِﺮَﺑِّﻬِﻢْ ﺃَﻋْﻤَﺎﻟُﻬُﻢْ ﻛَﺮَﻣَﺎﺩٍ ﺍﺷْﺘَﺪَّﺕْ ﺑِﻪِ ﺍﻟﺮِّﻳﺢُ ﻓِﻲ ﻳَﻮْﻡٍ ﻋَﺎﺻِﻒٍ ﻟَﺎ ﻳَﻘْﺪِﺭُﻭﻥَ ﻣِﻤَّﺎ ﻛَﺴَﺒُﻮﺍ ﻋَﻠَﻰ ﺷَﻲْﺀٍ ﺫَﻟِﻚَ ﻫُﻮَ ﺍﻟﻀَّﻠَﺎﻝُ ﺍﻟْﺒَﻌِﻴﺪُ [ ﺇﺑﺮﺍﻫﻴﻢ 18/ ]
“Orang-orang yang kafir kepada Rabbnya, amalan-amalan mereka adalah seperti abu yang ditiup angin dengan keras pada suatu hari yang berangin kencang. Mereka tidak dapat mengambil manfaat sedikitpun dari apa yang telah mereka usahakan (di dunia). yang demikian itu adalah kesesatan yang jauh”. (QS. Ibrahim : 18) Amalan mereka manis (baca: baik), namun berbuah pahit (baca: buruk). Karena, amalan mereka menjadi sia-sia dan hancur serta menjadi sebab ia merugi di akhirat. Al-Imam Al-Hafizh Ibnu Katsir -rahimahullah- berkata, “Ini merupakan perumpamaan yang Allah -Ta’ala- berikan bagi amalan orang-orang kafir yang menyembah selain Allah bersama-Nya, mendustakan para rasul dan membangun amalan mereka di atas dasar yang tidak benar. Akhirnya , amalan mereka roboh dan mereka pun kehilangan sesuatu yang paling mereka butuhkan (berupa amal-amal sholih)”. [Lihat Tafsir Al-Qur’an Al-Azhim (4/486-487), karya Ibnu Katsir, cet. Dar Thoibah, 1421 H] Ketahuilah bahwa di hari kiamat akan melihat amal-amal sholih diberi ganjaran. Tapi dengan syarat ia beriman, ikhlas semata-mata karena Allah dan mengikuti sunnah Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam-. Jika tidak memenuhi syarat-syarat ini, maka amalannya akan hancur tidak berguna. Allah -Azza wa Jalla- berfirman:
ﻭَﻗَﺪِﻣْﻨَﺎ ﺇِﻟَﻰ ﻣَﺎ ﻋَﻤِﻠُﻮﺍ ﻣِﻦْ ﻋَﻤَﻞٍ ﻓَﺠَﻌَﻠْﻨَﺎﻩُ ﻫَﺒَﺎﺀً ﻣَﻨْﺜُﻮﺭًﺍ ( 23 ) [ ﺍﻟﻔﺮﻗﺎﻥ : 23 ]
“Dan Kami datang kepada segala amal yang mereka telah kerjakan (di dunia), lalu Kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang berterbangan”. (QS. Al-Furqon : 23) Di hari-hari ini, hari tersebarnya kebodohan dan kejahilan tentang agama, seorang mukmin harus waspada dan lebih perhatian dengan kualitas amal sholihnya. Sebab di hari ini banyak hal-hal yang merusak amal sholih kita dan setan juga memiliki bala tentara yang akan menipu dan memperdaya manusia agar mereka menjadi celaka. Para pembaca yang budiman, salah satu diantara makar setan adalah ia mendorong manusia melakukan amal-amal sholih. Namun di balik amal-amal sholih itu mendapatkan tendensi dunia.
Hiruk pikuknya kehidupan dunia, dan sibuknya manusia bekerja, sering membuat kebanyakan orang melalaikan tugasnya sebagai hamba Allah, yakni meninggalkan sholat dengan alasan sibuk kerja. Realita menyedihkan seperti ini banyak kita jumpai dimana-mana. Para petani sibuk dengan sawah ladangnya. Para pegawai sibuk dengan tugasnya. Para guru sibuk mengajar. Para pekerja ringan dan berat sibuk dengan pekerjaannya. Ibu rumah tangga sibuk dengan tugas rumah. Para pedagang sibuk dengan jual-belinya. Intinya, banyak diantara mereka yang terlena dengan dunia dan aktifitasnya, lalu lupa dengan sholatnya dan sujudnya di hadapan Allah. Padahal suara adzan dan waktu sholat telah tiba. Parahnya lagi, ada diantara mereka yang tidak lagi mengerjakan sholat lima waktu, bahkan sholat jum’at pun ditinggalkan sampai hampir saja kita tak mengenalnya sebagai seorang muslim, karena ia tak pernah menunaikan sholat. Realita pahit ini anda bisa lihat di pasar-pasar, mall-mall, kantor-kantor dan lainnya ; banyak diantara orang yang mengaku muslim, tapi tak sholat jum’at. Orang yang seperti ini berhak memperoleh ancaman yang disebutkan oleh Nabi –Shallallahu alaihi wa sallam – dalam sabdanya:
ﻣَﻦْ ﺗَﺮَﻙَ ﺛَﻠَﺎﺙَ ﺟُﻤَﻊٍ ﺗَﻬَﺎﻭُﻧًﺎ ﺑِﻬَﺎ ﻃَﺒَﻊَ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻋَﻠَﻰ ﻗَﻠْﺒِﻪِ
“Barangsiapa yang meninggalkan sholat jum’at sebanyak tiga kali, karena ia meremehkannya, maka Allah akan menutup hatinya”. [HR. Abu Dawud (no. 1052), At-Tirmidziy (no. 500), dan An-Nasa’iy (no. 1368). Hadits ini di- shohih-kan oleh Syaikh Al-Albaniy dalam Shohih At-Targhib (no. 727)] Seorang yang telah tertutup hatinya akan susah menerima nasihat, dan tidak akan mendapatkan hidayah. Bahkan terkadang nasihat dianggap celaan, kebaikan dianggap keburukan; atau sebaliknya. Orang yang suka meninggalkan sholat jum’at dan sibuk dengan urusan dirinya akan mudah terseret menuju lembah kemunafikan. Inilah yang disinyalir oleh Nabi –Shallallahu alaihi wa sallam – dalam sebuah sabdanya:
ﻣَﻦْ ﺗَﺮَﻙَ ﺍﻟْﺠُﻤْﻌَﺔَ ﺛَﻼَﺛًﺎ ﻣِﻦْ ﻏَﻴْﺮِ ﻋُﺬْﺭٍ ﻓَﻬُﻮَ ﻣُﻨَﺎﻓِﻖٌ
“Barangsiapa yang meninggalkan sholat jum’at sebanyak tiga kali, tanpa ada udzur, maka ia adalah munafik”. [HR. Ibnu Khuzaimah dalam Shohih-nya dan Ibnu Hibban dalam Shohih-nya. Lihat Shohih At-Targhib (1/451)] Seorang yang meninggalkan sholat, baik itu sholat wajib lima waktu, maupun sholat Jum’at, akan terancam kafir. Sebab jika mudah melanggar dan meninggalkan hak Allah (yakni, sholat), maka ia akan mudah melakukan pelanggaran sebagaimana hal ini terlihat dalam realita. Nabi –Shallallahu alaihi wa sallam – mengancam orang yang meninggalkan sholat:
ﺍﻟْﻌَﻬْﺪُ ﺍﻟَّﺬِﻱ ﺑَﻴْﻨَﻨَﺎ ﻭَﺑَﻴْﻨَﻬُﻢْ ﺍﻟﺼَّﻠَﺎﺓُ ﻓَﻤَﻦْ ﺗَﺮَﻛَﻬَﺎ ﻓَﻘَﺪْ ﻛَﻔَﺮَ
“Perjanjian antara kami dengan mereka (kaum munafik) adalah sholat. Barangsiapa yang meninggalkannya, maka sungguh ia telah kafir”. [HR. At-Tirmidziy (2621), An-Nasa’iy (462), dan Ibnu Majah (1079). Hadits ini di- shohih -kan oleh Al-Albaniy dalam Takhrij Al-Misykah (no. 574)] Seorang ulama tabi’in, Abdullah bin Syaqiq Al-Uqoiliy –rahimahullah – berkata:
ﻛَﺎﻥَ ﺃَﺻْﺤَﺎﺏُ ﻣُﺤَﻤَّﺪٍ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﻟَﺎ ﻳَﺮَﻭْﻥَ ﺷَﻴْﺌًﺎ ﻣِﻦْ ﺍﻟْﺄَﻋْﻤَﺎﻝِ ﺗَﺮْﻛُﻪُ ﻛُﻔْﺮٌ ﻏَﻴْﺮَ ﺍﻟﺼَّﻠَﺎﺓِ
“Dahulu para sahabat Muhammad -Shallallahu alaihi wa sallam- tidaklah memandang suatu amalan sebagai kekafiran karena meninggalkannya, selain sholat”. [HR. At-Tirmidziy (no. 2622). Hadits ini di- shohih -kan oleh Syaikh Al-Albaniy dalam Ats-Tsamr Al-Mustathob (1/52)] Ulama Negeri India, Al-Imam Al-Mubarokfuriy – rahimahullah – berkata, “Bahkan ucapan Abdullah bin Syaqiq ini berdasarkan lahiriahnya, menunjukkan bahwa para sahabat Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam- dahulu meyakini bahwa meninggalkan sholat adalah kekafiran. Yang tampak dari konteks ini bahwa pernyataan ini telah disepakati oleh para sahabat”. [Lihat Tuhfah Al-Ahwadziy (7/406)] Ini merupakan ancaman keras bagi orang-orang yang malas menunaikan sholat; ia diancam dengan kekafiran, Na’udzu billah. Di hari kiamat nanti ia akan dikumpulkan bersama para pembesar kekafiran. [Lihat Ats-Tsamr Al-Mustathob (hal. 52-53)] Nabi –Shallallahu alaihi wa sallam – bersabda:
ﻣَﻦْ ﺣَﺎﻓَﻆَ ﻋَﻠَﻴْﻬَﺎ ﻛَﺎﻧَﺖْ ﻟَﻪُ ﻧُﻮﺭًﺍ ﻭَﺑُﺮْﻫَﺎﻧًﺎ ﻭَﻧَﺠَﺎﺓً ﻳَﻮْﻡَ ﺍﻟْﻘِﻴَﺎﻣَﺔِ ﻭَﻣَﻦْ ﻟَﻢْ ﻳُﺤَﺎﻓِﻆْ ﻋَﻠَﻴْﻬَﺎ ﻟَﻢْ ﻳَﻜُﻦْ ﻟَﻪُ ﻧُﻮﺭٌ ﻭَﻟَﺎ ﺑُﺮْﻫَﺎﻥٌ ﻭَﻟَﺎ ﻧَﺠَﺎﺓٌ ﻭَﻛَﺎﻥَ ﻳَﻮْﻡَ ﺍﻟْﻘِﻴَﺎﻣَﺔِ ﻣَﻊَ ﻗَﺎﺭُﻭﻥَ ﻭَﻓِﺮْﻋَﻮْﻥَ ﻭَﻫَﺎﻣَﺎﻥَ ﻭَﺃُﺑَﻲِّ ﺑْﻦِ ﺧَﻠَﻒٍ
“Barangsiapa yang memelihara sholatnya, niscaya sholatnya akan menjadi cahaya, hujjah, dan keselamatan baginya di hari kiamat. Barangsiapa yang tidak menjaganya, maka ia tak akan memiliki cahaya, hujjah, dan keselamatan. Di hari kiamat kelak akan bersama Qorun, Fir’aun, Haman dan Ubaiy bin Kholaf”. [HR. Ahmad dalam Al-Musnad (2/169), Ad-Darimiy dalam Sunan -nya (no. 2/301), Ath-Thohawiy dalam Al-Musykil (no. 3180 & 3181), dan Ibnu Hibban dalam Shohih-nya (no. 1467). Hadits ini di- hasan-kan oleh Al-Albaniy dalam Takhrij Al-Misykah (no. 578)].